Thursday, April 4, 2013

Semuanya Soal Niat

Yup! semuanya cuma soal niat...
Mengerjakan thesis ini juga soal niat...
Dalam satu hari, sukses merampungkan proposal thesis ini ya karena niatnya yang kuat. Ga mulai dari awal sih, karena sebelumnya proposal ini bisa dikatakan sudah selesai 70 persen, Ditambah, secara garis besar saya sudah punya gambaran thesis ini mau dibawa kemana, teori apa yang mau dipakai, apa pertanyaan penelitian yang mau saya ajukan, bla bla bla..

Tapi ya itu, menyelesaikan yang 30 persen ini yang lama. Banyak mikir (tapi cuma mikir aja), ga dituliskan. Baca buku sana sini, dan makin mumet ketika kebanyakan baca buku dan saya bingung mau memasukkan semua referensi yang saya baca dalam proposal. Sampai akhirnya saya bikin keputusan sendiri bahwa ini kan masih proposal, yang penting adalah menggambarkan apa yang mau saya teliti dan bagaimana saya mau menelitinya. Masalah referensi masih bisa disempurnakan selama mengerjakan thesis ini. 

Well, kalau menurut saya sih hasilnya cukup bagus sepanjang ini, setelah sukses juga ga mandi seharian, ga kerja, dan membiarkan rumah dalam keadaan centang prenang. Tapi ya ga tau juga gimana kalau menurut dosen pembimbing tar hehehehe. Akh, tapi mikir lagi, saya kan mahasiswa, jadi ya wajar aja klo bloon sikit n banyak koreksi tar hehhehe
Doakan saja, mudah2an kalaupun koreksinya banyak saya masih bisa menghandlenya....:))

Monday, March 5, 2012

"Rumah Tua


Tiba-tiba saja hujan membuat saya merindukan kembali si “rumah tua”. Rumah tempat saya dibesarkan atok dan andung, tempat saya bermain bersama sepupu-sepupu, tempat saya belajar tentang banyak hal….
              
Dalam mimpi pun saya sering seperti kembali ke rumah tua. Dalam mimpi saya kembali bersua dengan almarhum atok dan andung..ngobrol dengan mereka, tanpa saya ingat apa pembicaraan kami. Dan setiap pertemuan itu selalu bersetting di rumah tua.

Masih terekam jelas bentuk-bentuk pilar rumahnya, kolong teras tempat saya dan para sepupu sering mencari duit jatuh, bentuk kamar-kamarnya yang sangat besar dan tinggi, bentuk jendela papannya, bentuk tangganya, pohon biwa yang ada di sebelah rumah, pohon pokat yang ada di ladang, semuanya masih terekam jelas.

Rumah itu dulunya adalah asrama belanda. Setelah kemerdekaan, menjadi milik TNI dan kemudian dijual oleh TNI kepada pengusaha Tionghoa. Atok saya yang kebetulan mantan anggota TNI, kemudian diminta untuk tinggal dan mengurus tanah tersebut. Prosesnya seperti apa saya tidak tahu. Saya hanya tahu saya lahir dan dibesarkan disana sampai saya SMA

Rumah itu seluruhnya dibuat dari papan. Papan yang sangat bagus sekali  karena dibuat dari pohon yang usianya sangat tua. Sejak dibangun belum pernah papannya sekalipun diganti ataupun rusak.  Banyak yang bilang rumah itu berhantu, dan saya memang punya pengalaman beberapa kali melihat makhluk halus di rumah itu. Ada yang bilang ada hantu belanda di rumah itu. Tapi, “rumah tua” sama sekali tidak menakutkan bagi saya. Saya punya lebih banyak kenangan di rumah besar yang sangat tua itu. Saya punya suka, duka, marah, bahagia di rumah itu.

Sayangnya, karena permasalahan tanah *yang saya tidak pahami pula* rumah itu dibakar. Dan kini berganti menjadi pemukiman penduduk. Setelah "Rumah Tua" terbakar, perlahan hilang pula semangat untuk kembali ke kota asal.

Mungkin lagi melow atau apa, disaat hujan deras seperti ini saya merindukan rasa aman yang diberikan ketika hujan deras dan petir dimana-mana….”rumah tua”, satu-satunya rumah yang saya sebut rumah….

Thursday, October 13, 2011

UNCERTAINTY REDUCTION THEORY (1975)


            Uncertainty Reduction Theory atau Teori Pengurangan Ketidakpastian pertama kali dikemukakan oleh Charles Berger,  seorang professor komunikasi di Universitas California, Amerika Serikat.  Focus utama dari teori ini adalah pada bagaimana manusia menggunakan komunikasi untuk meningkatkan pengetahuan tentang orang lain dan menciptakan saling pengertian. Secara lebih khusus, teori ini akan sesuai digunakan untuk melihat bagaimana orang-orang yang awalnya asing sama sekali berusaha mengurangi ketidakpastian.
            Berger menyatakan bahwa manusia sering kali kesulitan dengan ketidakpastian, mereka ingin dapat menebak perilaku, sehingga mereka terdorong untuk mencari informasi tentang orang lain (Littlejhon, 2009).
            Terdapat tiga situasi, yang menurut Berger membuat kita merasa perlu untuk mengurangi ketidakpastian, yaitu:
  1. Antisipasi interaksi di masa depan. Dalam artian kita akan berinteraksi lagi dengan orang tersebut, misalnya dalam lingkungan kantor, sekolah, rumah, dan lingkungan sosial lainnya
  2. Nilai insentif. Ini diartikan bahwa orang yang bersangkutan memiliki sesuatu yang kita inginkan, misalnya dalam situasi ketika seorang pria tertarik secara fisik pada seorang wanita yang baru dikenalnya. Agar memudahkan proses pendekatan, si pria akan mencoba segala cara untuk mengurangi ketidakpastian, misalnya tentang siapa namanya, bagaimana karakternya, atau apakah dia sudah punya pacar atau belum, dan lain-lain.
  3. Penyimpangan. Penyimpangan diartikan bahwa orang tersebut berperilaku dengan cara yang tidak biasa, atau malah aneh. Contohnya, ketika kita bertemu orang yang berdandan dan berpakaian ala Marylin Manson, kita secara otomatis menjadi ingin tahu tentang siapa orang tersebut, dan darimana asalnya, atau lebih jauh kenapa dia berpakaian seperti ini. Penyimpangan ini dapat dilihat dari perilaku.
Pengurangan ketidakpastian dianggap perlu untuk membantu manusia memprediksikan dan menjelaskan tindakan dari orang lain ataupun diri sendiri. Berger mencatat, paling tidak ada dua jenis ketidakpastian yang sering dihadapi ketika bertemu dengan orang baru. Pertama, ketidakpastian perilaku. Pada saat individu-individu bertemu pertama kalinya, terjadi ketidakpastian bagaiman sebaiknya mereka berperilaku di depan orang tersebut. Cara teraman yang sering dilakukan adalah dengan berperilaku baik. Kedua adalah ketidakpastian pengetahuan tentang individu yang bersangkutan. Secara lebih khusus, manusia perlu kepastian tentang karakter dari individu yang baru dikenalnya.
Untuk mengurangi ketidakpastian tentang orang yang baru dikenal, umumnya orang akan melakukan pencarian informasi. Berdasarkan hasil penelitiannya, Berger (dalam Littljohn, 2008) menemukan bahwa ada dua strategi yang digunakan manusia ketika mencari informasi, yaitu:
  1. Strategi Pasif
Strategi pasif berupa pengamatan. Ketika kita baru berinteraksi dengan seseorang yang baru kita kenal, kita akan cenderung melakukan pengamatan untuk mendapatkan informasi. Kita mengamati lebih banyak dibandingkan dengan orang yang sudah kita kenal lama. Berger membagi lagi pengamatan pasif ini atas dua strategi, yaitu:
*      Reaktivitas pengamatan
Disini, kita mengamati bagaimana seseorang berperilaku dalam situasi tertentu. Misalnya saja dalam kelas angkatan pertama Magister Ilmu Komunikasi sendiri, sebagian awalnya tidak saling mengenal. Ketika dalam situasi formal, di dalam kelas, kita akan mengamati bagaimana orang yang baru kita kenal tersebut akan memberi  respon terhadap pertanyaan dari dosen ataupun ketika dia mengajukan pertanyaan. Pengamatan tentunya dilakukan secara diam-diam.
*      Pengamatan lepas
Pengamatan lepas dilakukan dalam situasi yang informal. Dalam situasi informal, individu akan berperilaku lebih bebas, dan lebih alami. Tidak mengherankan apabila setelah mata kuliah selesai beberapa orang dari kelas tadi akan menghabiskan waktu bersama sambil makan bakso misalnya. Tujuannya adalah untuk mengurangi ketidakpastian.
  1. Strategi Aktif
Strategi aktif bisa dilakukan dengan bertanya pada orang lain tentang orang tersebut. Di zaman ketika perkembangan teknologi komunikasi semakin canggih seperti sekarang ini, orang lain tidak hanya berupa manusia lain yang mungkin lebih tahu tentang orang tersebut. ‘Orang lain’ disini dapat berupa jaringan dunia maya, seperti facebook. Seringnya, kita akan meng add orang yang baru kita kenal tersebut untuk mendapatkan informasi tentang siapa dia, apa aktivitasnya ataupun siapa saja temannya, dan sebagainya.
  1. Strategi Interaktif
Strategi aktif dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan langsung pada orang yang bersangkutan tentang informasi apa yang ingin kita ketahui dari orang tersebut. Stragegi ini juga berkaitan dengan pengungkapan diri. Strategi umum yang dilakukan adalah dengan mengungkapkan sesuatu tentang diri kita, dengan harapan orang lain juga akan melakukan hal yang sama. Berger mengistilahkan ini sebagai resiprositas. Lebih lengkap tentang resiprositas ini akan dijelaskan oleh Berger lewat axioma pengurangan ketidakpastian.
AXIOMA DALAM TEORI PENGURANGAN KETIDAKPASTIAN
Terdapat beberapa axioma, seperti yang tertera pada buku A first Look at Communication Theory yang ditulis oleh E.M. Griffin,  yang menurut Berger dapat menjelaskan hubungan antara konsep ketidakpastian dengan 8 variabel utama pengembangan hubungan, yaitu komunikasi verbal, kehangatan non verbal, pencarian informasi, pengungkapan diri (self disclosure),pertukaran, kesamaan, rasa suka, dan shared networks
  1. Komunikasi Verbal
Apabila komunikasi verbal antara  individu meningkat, maka ketidakpastian akan berkurang. Seiring dengan tingkat ketidakpastian yang berkurang, maka komunikasi verbalnya pun akan meningkat.
  1. Kehangatan non verbal
Kehangatan non verbal mengurangi tingkat ketidakpastian, dan nantinya akan meningkatkan kehangatan non verbal itu sendiri.
  1. Pencarian Informasi
Ketidakpastian mengakibatkan manusia akan lebih aktif dalam mencari informasi. Ketika kepastian meningkat, maka tingkat pencarian informasi akan semakin berkurang.
  1. Pengungkapan diri (self disclosure)
Ketidakpastian yang tinggi menurunkan tingkat kedekatan individu. Sebaliknya, tingkat ketidakpastian yang rendah akan meningkatkan tingkat kedekatan individu. Tingkat kedekatan individu ini mempengaruhi pengungkapan diri dari individu. Manusia akan merasa lebih nyaman untuk menunjukkan sikap, nilai-nilai dan perasaannya ketika mereka dapat menduga respon yang akan diterima dari orang lain.
  1. Resiprositas (Pertukaran)
Ketidakpastian yang tinggi akan menghasilkan resiprositas yang tinggi. Pertukaran menjadi perhatian utama ketika berada pada tingkatan awal sebuah hubungan. Ketika kita memiliki informasi yang minim tentang orang baru kita kenal, kita akan cenderung berhati-hati untuk membagi informasi.
  1. Kesamaan
Kesamaan diantara individu akan mengurangi ketidakpastian, sementara perbedaan dari individu akan meningkatkan ketidakpastian.
  1. Rasa suka
Tingginya tingkat ketidakpastian menghasilkan tingkat ketidaksukaan yang lebih tinggi. Sebaliknya, berkurangnya tingkat ketidakpastian akan meningkatkan pula rasa suka dari individu tersebut.
  1. Shared networks
Axioma ke delapan ini tidak hanya melihat pengurangan ketidakpastian pada orang-orang yang masih asing satu sama lain. Axioma ini bukan merupakan bagian dari axioma yang dibuat oleh Berger, namun penelitian yang telah dilakukannya menginspirasi peneliti lain untuk memperluas kajian tentang teori ini. Sebuah hasil penelitian dari Malcom Parks dan Mara Adelman menunjukkan bahwa pasangan yang lebih sering berkomunikasi dengan keluarga dan teman-teman dari pasangannya akan mendapatkan kepastian yang lebih baik dibandingkan dengan pasangan yang tidak melakukannya.

THEOREMA TEORI PENGURANGAN KETIDAKPASTIAN
            Untuk dapat menggambarkan proses interpersonal yang terjadi dalam pengurangan ketidakpastian, Berger membuat theorema yang merupakan kombinasi dari axioma-axioma itu sendiri.

Ax 1        Verbal comm
Ax 2         Non Verbal Warmth
Ax 4        Self Disclosure
Ax 3 Information Seeking
Ax 5 Resiprosity
Ax 7       Liking
Ax 6 Similarity
Ax 8     Shared Networks
Ax 1 Verbal comm.

1
2
3
4
5
6
22
+
+
_
_
+
+
+
Ax 2  Non Verbal warmth
1

7
8
9
10
11
23
+

+
_
_
+
+
+
Ax 4             Self Disclosure
2
7

12
13
14
15
24
+
+

_
_
+
+
+
Ax 3 Information Seeking
3
8
12

16
17
18
25
_
_
_

+
_
_
_
Ax 5 Resiprosity
4
9
13
16

19
20
26
_
_
_
+

_
_
_
Ax 7 Liking
5
10
14
17
19

21
27
+
+
+
_
_

+
+
Ax 6 Similarity
6
11
15
18
20
21

28
+
+
+
_
_
+

+
Ax 8 Shared Networks
22
23
24
25
26
27
28

+
+
+
_
_
+
+

Sumber: Griffin, 2003, hal 143
            Theorema yang digambarkan oleh Berger merupakan prediksi. Dari tabel misalnya kita dapat memprediksi bahwa ketika kehangatan non verbal meningkat, maka dapat diprediksi bahwa self disclosure dari masing-masing pelaku komunikasi akan meningkat pula (theorema 7). Theorem 4 menunjukkan bahwa peningkatan resiprositas antara pelaku komunikasi akan mengurangi komunikasi verbal yang terjadi antara keduanya. Prediksi lain, bahwa ketika kita senang berteman dengan seseorang, maka resiprositas antara keduanya akan semakin berkurang (theorema 20).

KRITIK TERHADAP TEORI PENGURANGAN KETIDAKPASTIAN
            Teori pengurangan ketidakpastian ini tidak lepas dari kritik. Bahkan Berger sendiri mengakui bahwa validitas dari beberapa dalil yang dia kemukakan juga meragukan. Salah satu kritik diberikan oleh Kathy Kellerman yang juga berpartisipasi dalam riset yang dilakukan oleh Berger. Secara lebih spesifik, Kellermann mengajukan kritik pada theorema ke 17. Dalam theorema ini, Berger memprediksikan bahwa semakin kita menyukai berteman seseorang, maka tingkat pencarian informasi mengenai orang tersebut akan semakin berkurang. Pada kenyataannya, orang akan lebih mencari informasi justru pada orang yang disukai dibandingkan pada orang yang tidak disukainya. Karena adanya ‘kecacatan’ pada theorem ke 17 ini, memunculkan pula keraguan pada axioma yang melahirkannya, yaitu axioma ke 3 dan axioma 7.  Axioma 3, misalnya menyatakan bahwa kekurangan informasi akan memicu pencarian informasi. Pada kenyataannya, ada orang yang bahkan tidak peduli tentang orang asing yang ditemuinya
            Kritik lain yang diajukan oleh Kellermann, kali ini bekerjasama dengan Rodney Reynolds berkaitan dengan motivasi pengurangan ketidakpastian. Mereka menemukan bahwa interaksi di masa yang akan datang, insentif dan penyimpangan belum tentu menjadi motivasi seseorang untuk mengurangi ketidakpastian.
            Seorang pakar dari University of Minnesota, Michael Sunnafrank juga mengkritik teori ini. Berger menyatakan bahwa pengurangan ketidakpastian merupakan kunci untuk saling memahami pada tahap awal. Sunnafrank menyatakan, tahap awal sebuah hubungan dipengaruhi oleh prediksi terhadap faedah yang kita dapatkan dari interaksi tersebut. Ia menekankan bahwa pengetahuan kita tentang kepribadian orang lain tidak lebih penting daripada reward yang kita peroleh.
            Tak lepas dari kritik tidak membuat teori ini serta merta tidak diakui dalam kajian komunikasi antar pribadi. Teori ini telah memberi pijakan penting untuk membantu manusia berinteraksi secara lebih baik. Bahkan, pengurangan ketidakpastian menjadi istilah yang tidak hanya digunakan dalam kajian antar pribadi, namun juga berbagai kajian komunikasi lainnya seperti komunikasi massa, komunikasi organisasi dan komunikasi antar budaya.
            Kajian antar budaya yang dilakukan Guddykunst misalnya, menemukan bahwa setiap kebudayaan mencoba untuk mengurangi ketidakpastian dalam tahap-tahap awal sebuah hubungan, namun mereka melakukannya dalam cara-cara yang berbeda (Littlejohn, 2009).
            Guddykunst menemukan adanya perbedaan pengurangan ketidakpastian antara masyarakat dengan budaya konteks tinggi dengan budaya konteks rendah. Budaya konteks tinggi, menurut Guddykunst lebih banyak melakukan pengamatan melalui komunikasi non verbal (strategi pasif) untuk mengurangi ketidakpastian. Sementara pada masyarakat budaya konteks rendah akan melakukan strategi interaktif seperti bertanya langsung pada orang yang dimaksud berhubungan dengan pengalaman, sikap dan keyakinan untuk mengurangi ketidakpastian.
            Ketidakpastian, menurut Mishel (dalam Whaley, 2007) merupakan ritme natural kehidupan. Dalam berbagi domain kehidupan, kita harus belajar beradaptasi dengan ketidakpastian.
            Untuk beberapa hal, ketidakpastian bahkan dianggap sebagai hal yang positif. Ketika seseorang dalam situasi ketidakpastian, orang akan lebih banyak mencari informasi. Akibatnya, orang akan lebih banyak mengobrol dengan partner komunikasinya. Dalam perkawinan, yang terjadi umumnya setelah melewati masa perkawinan dalam waktu tertentu, tingkat ketidakpastian akan semakin berkurang, akibatnya pasangan justru menjadi jarang mengobrol justru setelah mereka menikah dibandingkan dengan saat masih pacaran ataupun saat pedekate. Situasi ini pada akhirnya mempengaruhi intimacy pada pasangan. Jadi, ada baiknya jika setelah menikah pun tetap meninggalkan ketidakpastian untuk mempertahankan intimacy.

Referensi:
Littlejohn, Stephen, Teori Komunikasi, Penerbit Salemba Humanika, Jakarta, 2009
Griffin, E.M., A First Look at Communication Theory, Mc. Graw Hill, New York, 2003
Roloff, Michael E. dan Gerald Miller (Editor), Interpersonal Processes: New Directions in Communication Research, Sage Publications, California, 1987
            Whaley, Bryan B., dan Wendy Samter, Explaining Communication, Contemporary Theories and Exemplars, Lawrence Erlbaum Associates Publishers, New Jersey, 2007